Lompat ke isi utama

Berita

Gandeng NU dan Muhammadiyah, Bawaslu Sidoarjo Ajak Perangi Politik Uang

Badan Pengawas Pemilihan Umum (Bawaslu) Kabupaten Sidoarjo terus menggalakkan pengawasan partisipatif di berbagai elemen, tak terkecuali terhadap dua organisasi kemasyarakatan besar yang ada disidoarjo yakni Nahdlatul Ulama dan Muhammadiyah. Menghadirkan Pimpinan Cabang Nahdlatul Ulama bersama 18 MCNU Se Sidoarjo, PC Muslimat beserta 18 PAC, Pimpinan Daerah Muhammadiyah bersama 18 Pimpinan Cabang Muhammadiyah, PD Aisiyah beserta 18 PC Aisiyah se Kabupaten Sidoarjo turut hadir sebagai peserta pada kegiatan teersebut. Kedua lembaga itu diajak kerjasama  melakukan strategi pencegahan terkait praktik politik uang pada kegiatan Sosialisasi Partisipasi Masyarakat dalam Pencegahan dan Penindakan Praktek Politik Uang pada Pemilihan Bupati dan Wakil Bupati Sidoarjo tahun 2020 di Hotel Aston Sidoarjo. (19/08/20). Menghadapi Pilkada Serentak 2020, Bawaslu Sidoarjo menyiapkan program untuk penguatan dalam menangani berbagai macam pelanggaran. Hal itu dikatakan Anggota Bawaslu Sidoarjo Divisi Pengawasan dan Hubungan antar Lembaga Drs. Mohamad Rasul saat memberikan pemaparan, “Bagaimana strategi Bawaslu dan bagaimana indeks kerawanan Pilkada yang sudah pernah dilakukan, bagaimana kemungkinan untuk kolaborasi antara Bawaslu dan Kedua Ormas besar ini untuk di masa yang akan datang terkait pemberantasan-pemberantasan tindak pidana politik uang, tegasnya Menurut Rasul, salah satu yang kian menjadi momok peanggatan di Pilkada, yakni politik uang. Pelanggaran ini masih marak terjadi dari waktu ke waktu walau peserta pemilihan mengetahui adanya jeratan sanksi. Rasul menjelaskan, ada perbedaan dalam undang-undang (UU) mengenai sanksi yang dikenakan kepada pelanggar, berdasarkan UU Nomor 10 Tahun 2016 tentang Pemilihan Gubernur, Bupati, dan Walikota atau biasa disebut UU Pilkada dalam Pasal 73 kepada pelanggar atas perbuatan memberikan uang atau materi lainnya untuk mempengaruhi pemilih tercantum akan dikenakan sanksi pidana paling lama 72 bulan atau denda maksimalRp 1 miliar. Sedangkan dalam UU Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu, ada beberapa pasal yang mengatur tentang sanksi pidana bagi pelaku politik uang, diantaranya Pasal 278, 280, 284, 515, dan 523 . “Ancaman pidana paling lama penjara 4 tahun hingga denda Rp48 juta dan peserta mendapat diskualifikasi sebagai peserta pemilu,” tegasnya. Rasul mengatakan, masyarakat dan peserta pilkada perlu memahami hal tersebut. Karena itu, dia meyakinkan, gerakan sosialisasi anti politik uang harus dijalankan Bawaslu Sidoarjo, bersama kepolisian dan kejaksaan. Rasul menjelaskan, tata cara pelaporan pemilu dan pilkada tidak ada yang berbeda. Laporan yang disampaikan ke pengawas pemilu paling lama 7 hari sejak diketahui atau ditemukan dugaan pelanggaran. Namun yang berbeda adalah batas waktu penanganan, dalam pemilu waktu penanganan lebih lama yaitu 7+7 hari (kerja) sedangkan pada pilkada batas waktu penanganan hanya 3+2 hari (kerja). “Proses administrasi penanganannya sama, untuk kasus politik uang di pilkada dan pemilu. Hanya saja waktunya yang berbeda,” paparnya. Memahami keresahan masyarakat saat berhubungan dengan perihal melapor terlebih dalam regulasi pelapor lanjutnya, adalah penerima janji atau materi yang terindikasi politik uang. Sedangkan, program sosialisasi pencegahan politik uang dirasa belum menyentuh masyarakat awam maka dalam Pilkada 2020 ini, dia berharap sosialisasi pencegahan politik uang bisa mengurangi potensi politik uang. “Setelah itu, program patroli pengawasan antipolitik uang dilakukan bersama-sama antara pengawas, polisi, dan masyarakat,” imbuhnya. Sementara Praktisi Hukum, Bapak Sri Sugeng Pujiatmiko, S.H yang juga sebagai narasumber pada kegiatan tersebut, mengatakan, pengawasan dalam perhelatan Pilkada, bukan hanya menjadi tanggung jawab Bawaslu. Akan tetapi semua elemen masyarakat, termasuk peran Ormas NU dan Muhammadiyah. “Peran masyarakat dan Ormas sangat penting dalam memberikan informasi dalam kepemiliuan, termasuk turut serta mengawasi pilkada, dengan memantau proses tahapan pilkada dan memberikan informasi terkait adanya pelanggaran yang terjadi selama proses tahapan pemilihan berjalan. NU dan Muhammadiyah juga bisa membantu mengsosialisasikan pencegahan agar tidak terjadi pelanggaran pilkada,” ujar Sri dalam materinya. Sri mengatakan, dalam melaksanakan tugas pengawasan, Bawaslu harus mendeteksi dini potensi terjadinya pelanggaran dalam pemilihan. “Jika ditemukan terjadinya pelanggaran, harus disertai dengan fakta-fakta di lapangan. Serta selalu berkoordinasi dengan aparat Kepolisian dan Kejaksaan dalam setiap penanganan permasalahan pelanggaran pemilu,” tuturnya. Ada beberapa hal yang merupakan tindak pidana pemilu yaitu memberikan keterangan tidak benar dalam pengisian data diri daftar pemilih, kepala desa yang melakukan tindakan menguntungkan atau merugikan perserta pemilu, orang yang mengacaukan, menghalangi atau mengganggu jalannya kampanye pemilu, orang yang melakukan kampanye pemilu di luar jadwal yang telah ditetapkan KPU. Pelaksana kampanye pemilu yang melakukan pelanggaran larangan kampanye; memberikan keterangan tidak benar dalam laporan dana kampanye pemilu, menyebabkan orang lain kehilangan hak pilihnya, menetapkan jumlah surat suara yang dicetak melebihi jumlah yang ditentukan, memberikan suaranya lebih dari satu kali dan melakukan praktek politik uang. Sementara itu, Ketua Bawaslu Sidoarjo Haidar Munjid  membuka kegiatan Sosialisasi Pengawasan Partisipatif tersebut mengapresiasi antusias para peserta yang turut hadir dan berkomitmen bersama untuk memerangi politik uang. “Forum-forum seperti ini sudah kami lakukan di beberapa lembaga dan organisasi kepemudaan sebelumnya, dan saat ini kai menghadirkan dua ormas besar di Sidoarjo, Haidar berharap kegiatan Sosialisasi Pengawasan Partisipatif yang digelar ini akan mendorong partisipasi masyarakat dalam mewujudkan Pilkada berkualitas. Selain itu mendorong keterlibatan masyarakat dalam memerangi politik uang dalam Pilkada yaitu dengan cara membangun kesadaran masyarakat untuk menolak politik uang, menjadikan politik uang sebagai musuh Bersama dalam pemilu, melakukan gerakan secara terstuktur, sistimatis dan massif melalui kelompok organisasi kemasyarakatan untuk melaporkan pelaku politik uang. “Saatnya kita semua berkolaborasi dan  bergerak memerangi politik uang untuk masa depan demokrasi yang lebih baik dan membangun pemerintahan yag bebas korupsi,” tegasnya.  
Tag
Post Bawaslu