Lompat ke isi utama

Berita

Mengapa Praktik Money Politics Masih Ada dan Diterima Masyarakat?‎

Oleh: M. Aulia Rachman (Mahasiswa Ilmu Politik Universitas Airlangga) “Maaf tidak terima serangan fajar, tapi kalau maksa taruh aja di bawah keset.” Penggalan kalimat diatas merupakan ironi dalam fenomena pesta demokrasi yang sudah sering terjadi di kalangan masyarakat. Sudah menjadi rahasia umum, praktik politik uang seolah telah menjadi bagian dari malapraktik ‎pemilu di negeri ini. Tidak jarang banyak kandidat yang menggunakan cara-cara yang tidak ‎baik guna mendulang suara yang banyak pada pemilu. Secara teori, money politics atau politik uang merupakan upaya menyuap pemilih dengan memberikan uang atau jasa agar preferensi suara pemilih dapat diberikan kepada seorang penyuap (Aspinall & Sukmajati, 2015). Bukan tanpa sebab, lumrahnya praktik ‎politik uang dalam hajat besar politik di Indonesia ini dikarenakan adanya sejumlah paradigma ‎yang salah terhadap pemilu. Pemerintah dinilai harus gencar mengatasi ‎permasalahan ini untuk menghadirkan kultur demokrasi yang seutuhnya dalam tatanan ‎masyarakat Indonesia. Upaya Bawaslu dalam mengatasi adanya politik transaksional seperti ‎politik uang dimulai dari melakukan berbagai sosialisasi pencegahan bahaya dari politik uang serta upaya ‎penindaklanjutan dugaan praktik politik uang ketika Pemilu atau Pilkada. Pada Pilkada tahun 2020, misalnya sebanyak 262 laporan mengenai praktik politik uang ‎terjadi di seluruh Indonesia‎. Data tersebut hanyalah sedikit laporan yang diterima. Ibarat ‎puncak gunung es, dugaan yang lebih besar mengenai praktik politik uang saat pemilu belum ‎terungkap seutuhnya. Uang dinilai menjadi media yang tepat untuk digunakan untuk ‎mendulang suara yang banyak ketika pemilu. Mengingat politik uang umumnya terjadi dalam ‎kelas masyarakat menengah kebawah (kendati tidak terbatas dalam kelompok itu saja). Realitas ini disebabkan ketika kelompok tersebut masih memiliki keterbatasan ekonomi ‎sehingga menempatkan kebutuhan ekonomi pada prioritas utama. Tidak dapat dipungkiri, ‎ketika mendapatkan ‘rezeki’, maka tidak akan ditolak dan menomorduakan asas demokrasi ‎yang masih awam bagi sebagian orang.‎ Realitas tersebut menandakan adanya satu kebiasaan terhadap budaya politik uang dalam ‎masyarakat . Masyarakat seolah menjadikan politik uang sebagai prasyarat dalam pemilihan ‎umum. Politik uang tidak jarang ditunggu dan diharapkan oleh masyarakat ketika pemilu. ‎Tidak jarang banyak kandidat yang kemudian berlomba-lomba secara kuantitas dalam praktik ‎politik uang. Kenyataan ini tentunya menjadi satu ancaman bagi demokrasi di Indonesia. ‎Kandidat yang tidak memiliki program, akan menang secara cuma-cuma ‎dengan ‎bermodalkan uang yang cukup. Alhasil, kandidat yang tidak berbasis programatik dan dinilai kurang kompeten inilah yang akan ‎mengisi posisi elite ‎ di pemerintahan.‎ Permasalahan ini dapat diselesaikan dengan sinergi dari seluruh masyarakat dan pemerintah ‎Indonesia. Pemerintah dapat melakukannya dengan membuat sistem hukum yang kuat dan ‎jelas dalam mencegah praktik politik uang. Selain itu beberapa antisipasi dapat dilakukan ‎dengan menggencarkan sosialisasi di masyarakat, dibarengi dengan pembangunan yang merata. ‎Dengan demikian diharapkan terdapat pergeseran paradigma terhadap politik uang.‎ Tidak hanya langkah dari pemerintah, masyarakat juga harus mengambil langkah dengan ‎secara aktif mulai menolak praktik politik uang serta melaporkan setiap tindakan politik uang ‎di masyarakat. Karena masyarakat menjadi objek utama dari politik uang, maka masyarakatlah ‎yang harus aktif berpartisipasi dalam melakukan pencegahan dan pengawasan. Maka dari itu, segera laporkan segala tindakan pelanggaran ‎pemilu termasuk politik yang dengan melaporkannya ke Bawaslu terdekat.‎ Bawaslu Adalah Kita, Ayo Bersama Awasi Pemilu. Bersama Rakyat Awasi Pemilu, Bersama Bawaslu Tegakkan Keadilan Pemilu! Editor Teks: Rizki Iramdan Fauzi (Staf Pengawasan, Hubungan Antar Lembaga dan Masyarakat) REFERENSI: Aspinall, E., & Sukmajati, M. (2015). Politik Uang di Indonesia: Patronase dan Klientelism pada Pemilu Legislatif 2014. https://polgov.fisipol.ugm.ac.id /buku/politik-uang-di-indonesiapatronase-dan-klientelisme-padapemilu-legislatif-2014. https://bawaslu.go.id/id/berita/partisipasi-masyarakat-tinggi-dari-262-kasus-politik-uang-197-laporan-masyarakat
Tag
Post Bawaslu