Lompat ke isi utama

Berita

Pelanggaran Protokol Kesehatan Pemilihan Sebagai Tindak Pidana Pemilihan

OPINI  -Pendaftaran calon kepala daerah yang dilaksanakan serentak dari tanggal 4-6 September 2020 kemaren menuai banyak kritik dari banyak kalangan. Kritikan tersebut berkaitan dengan tidak disiplinnya para pendukung pendaftar pada protokol kesehatan. Hal lain yang disoroti masyarakat adalah pembiayaran atas pelanggaran prokol kesehatan tanpa adanya penegakan hukum dari pejabat yang berwenang. Penyelenggara pemilihan (Bawaslu/KPU) termasuk lembaga yang dituding ikut melakukan pembiyaran atas pelanggaran protokol kesehatan tersebut. Sementara itu, Bawaslu sebagai lembaga yang memiliki fungsi penegakan hukum pemilihan tidak dapat beruat banyak karena tidak ada dasar hukum yang dapat digunakan untuk menindak pelanggaran protokol kesehatan. Pelanggaran protokol kesehatan pemilihan sulit dimasukkan dalam salah satu katagori delik pelanggaran pemilihan. Padahal, Tidak sedikit yang mengusulkan untuk memasukkan pelanggaran protokol kesehatan pemilihan kedalam tindak pidana pemilihan. Pertanyaannya adalah bisakah memasukkan pelanggaran protokol kesehatan kedalam tindak pidana pemilihan ?
  1. Pidana Pemilihan
Dalam Pasal 145 UU No. 1 Tahun 2015 Tindak pidana Pemilihan diartikan sebagai pelanggaran atau kejahatan terhadap ketentuan Pemilihan sebagaimana diatur dalam Undang-Undang ini. Dari pengertian ini dapat disimpulkan bahwa Tindak Pidana Pemilihan hanya bisa diatur dalam UU Pemilihan bukan di UU Lain atau peraturan perundangan-undangan yang derajat hierarkinya berada dibawah undang-undang. Dalam Pasal 15 Undang-undang No. 12 Tahun 2011 Tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan (UU P3) menentukan hal sebagai berikut. (1) Materi muatan mengenai ketentuan pidana hanya dapat dimuat dalam:
  1. Undang-Undang;
  2. Peraturan Daerah Provinsi; atau
  3. Peraturan Daerah Kabupaten/Kota.
(2) Ketentuan pidana sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b dan huruf c berupa ancaman pidana kurungan paling lama 6 (enam) bulan atau pidana denda paling banyak Rp50.000.000,00 (lima puluh juta rupiah).   Artinya UU P3 diatas, juga mensyaratkan pengaturan sanksi pidana hanya dapat dimuat di peraturan perundang-undangan dalam bentuk Undang-undang dan Perda dengan syarat sanksi tertentu sebagaimana tersebut diatas. Tentu tidak mungkin pidana pemilihan diatur dalam peraturan berbentuk Perda karena pemerintah daerah tidak memiliki wewenang untuk mengatur hal-hal yang berkaitan dengan pemilihan. Atas dasar tersebut penulis menyimpulkan bahwa pidana pemilihan hanya dapat diatur dalam bentuk peraturan yang hierarkinya hanya dalam bentuk Undang-undang. Sedangkan Pasal 145 UU No.1/2015 sudah menentukan bahwa hanya UU Pemilihan yang dapat mengatur pidana pemilihan. Dengan demikian pidana pemilihan tidak bisa didasarkan pada undang-undang diluar undang-undang pemilihan.
  1. Pidana Pelanggaran Protokol Kesehatan
Event Pemilihan ditengah kondisi nonalam covid 19  terjadi ditengah-tengah tahapan pemilihan yang sudah berlangsung, sehingga pelaksanaannya sempat ditunda kurang lebih tiga bulanan. Setalah keluar Perppu No. 2 Tahun 2020 yang kemudian diundangkan dengan UU No. 6 Tahun 2020 maka pemilihan dilanjutkan kembali meskipun pandemi covid 19 masih belum teratasi. UU No.6 Tahun 2020 sebagai dasar hukum melanjutkan pemilihan ditengah pandemi covid 19 samasekali tidak mengatur tentang delik pidana pemilihan, pengaturan pidana pemilihan hanya terdapat di UU No. 1,dan No. 8 Tahun 2015 dan UU No 10 Tahun 2016, sedangkan Tiga UU Pemilihan tersebut sama sekali tidak menyinggung tentang protokol kesehatan. Pidana pelanggaran protokol kesehatan dapat ditemukan di UU Non pemilihan diantaranya:
  1. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 4 Tahun 1984 Tentang Wabah Penyakit Menular
  2. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 6 Tahun 2018 Tentang Kekarantinaan Kesehatan
  3. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 2 Tahun 2020 Tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undnag-Undang Nomor 1 Tahun 2020 Tentang Kebijakan Keuangan Negara Dan Stabilitas Sistem Keuangan Untuk Penanganan Pandemi Corona Virus Desease 2019 (Covid- 19) Dan/Atau Dalam Rangka Menghadapi Ancaman Yang Membahayakan Perekonomian Nasional Dan / Atau Stabilitas Sistem Keuangan Menjadi Undang-Undang
Karena UU diatas bukan UU Pemilihan maka dikualifikasi kedalam pidana umum bukan pidana pemilihan sehingga murni menjadi wewenang kepolisian, kejaksaan dan pengadilan (The criminal of justice system) bukan wewenang Bawaslu dengan Gakkumdunya.    Penulis : Jamil, S.H., M.H (Koordinator Divisi Penyelesaian Sengketa)  
Tag
Post Bawaslu